Senin, 04 Juli 2016

MSDM

KONFLIK KERJA DAN STRES KERJA

Pengertian konflik kerja
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih ( bisa juga kelompok ) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. 
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. 
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah–masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik organisasi (organizational conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota–anggota atau kelompok–kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau kegiatan–kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.

Penyebab–Penyebab Konflik
1.   Komunikasi     : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2.  Struktur             : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.   Pribadi            : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai persepsi.

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2.  Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3.  Pandangan interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat               terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru (pandangan interaksionis) tentang konflik dapat dilihat berikut ini:

Perbedaan Pandangan Lama dan Baru tentang Konflik
Pandangan Lama :
1.   Konflik dapat dihindarkan
2.   Konflik disebabkan oleh kesalahan–kesalahan manajemen dalam perancangan dan  pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3.  Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4.  Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5.   Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.

Pandangan Baru :
1.   Konflik tidak dapat dihindarkan
2.    Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai–nilai pribadi dan sebagainya.
3.  Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
4.   Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5.    Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

Segi fungsional konflik antara lain :
1.      Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2.      Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3.      Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4.      Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5.      Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru

Bentuk–bentuk Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural di mana konflik sering timbul :
1.   Konflik hierarki, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2.    Konflik fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
3.   Konflik lini staf, yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4.   Konflik formal informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.

Jenis–jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.      Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

2.      Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).

1.      Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma–norma kelompok.

2.      Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.

3.      Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

A.  Penyebab Terjadinya Konflik Kerja
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1.    Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2.    Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3.    Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan ).
4.    Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5.    Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6.    Perbedaan persepsi.
7.    Sistem kompetensi insentif ( reward ).
8.    Strategi pemotivasian tidak tepat.

B.   Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1.   Pemecahan masalah ( Problem Solving ).
2.   Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal ).
3.    Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4.    Menghindari konflik ( avoidance ).
5.    Melicinkan konflik ( Smoothing ).
6.    Perintah dari wewenang ( Authoritative Commands ).
7.    Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel ).
8.    Mengubah variabel struktural ( Altering the Structural Variables ).
9.    Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy ).

Faktor Penyebab Konflik
1.   Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2.   Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3.  Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.

4.   Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.


Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.  Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.   Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.   Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4.   Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.   Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

 Stres Kerja
A.   Pengertian Stres Kerja
Stres Kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa relaks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

B.   Penyebab Stres Kerja
Penyebab stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan yang lain antara karyawan dengan pemimpin yang prustasi dalam kerja.

C.   Pendekatan Stres Kerja
Menurut pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1989:490) yang mengemukakan bahwa “Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”.

Ada empat pendekatan terhadap stress kerja yaitu
1.   Pendekatan dukungan sosial (social support)
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya bermain game, lelucon, dan bodor kerja.
2.   Pendekatan melalui meditasi (meditation)
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran,  mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi.
3.   Pendekatan biofeedback
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.
4.   Pendekatan program kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.

Cara Mengatasi Stres Kerja
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya melalui tiga pola dalam mengatasi stress, antara lain:
1.     Pola sehat, yaitu pola menghadapi stres yang terbaik dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga mereka tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.

2.     Pola harmonis adalah pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mngatur waktu secara teratur. Ia pun slalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.

3.     Pola patalogis ialah pola menghadapi stress denga berdampak berbagai gangguan fisik maupun social-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memilki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar