Penyebab–Penyebab Konflik
1. Komunikasi : salah
pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau
informasi yang tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar
departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang
bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang
terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan
kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau
nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada
jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai persepsi.
Dalam
kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut
pandang, yaitu :
1. Pandangan
tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan
berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan
perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik
fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3. Pandangan
interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan
ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu
menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik
itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar
berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut
Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru
(pandangan interaksionis) tentang konflik dapat dilihat berikut ini:
Perbedaan
Pandangan Lama dan Baru tentang Konflik
Pandangan
Lama :
1. Konflik
dapat dihindarkan
2. Konflik
disebabkan oleh kesalahan–kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik
menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen
adalah menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan
kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.
Pandangan
Baru :
1. Konflik
tidak dapat dihindarkan
2. Konflik
timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang
tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai–nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik
dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai
derajat.
4. Tugas
manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan
kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Segi fungsional konflik antara lain
:
1.
Manajer
menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2.
Lebih
mempersatukan para anggota organisasi.
3.
Manajer
mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4.
Mendatangkan
kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5.
Penggantian
manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru
Bentuk–bentuk Konflik Struktural
Dalam
organisasi klasik ada empat daerah struktural di mana konflik sering timbul :
1. Konflik hierarki, yaitu konflik
antara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris
dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota
koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik fungsional, yaitu
konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik
yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian
administrasi umum dengan bagian personalia.
3. Konflik lini staf, yaitu
konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang
berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak
fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik formal informal, yaitu
konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang
menempatkan norma yang salah pada organisasi.
Jenis–jenis
Konflik
Ada lima jenis konflik dalam
kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang
terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang
dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam
organisasi yang sama, hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar
peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
1. Konflik antar individu dan kelompok, yang
berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang
dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin
dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma–norma
kelompok.
2. Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
3. Konflik antar organisasi, yang timbul
sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu
negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru,
teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih
efisien.
A. Penyebab Terjadinya Konflik Kerja
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara
lain :
1. Koordinasi
kerja yang tidak dilakukan.
2. Ketergantungan
dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang
tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan ).
4. Perbedaan
dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan
dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem
kompetensi insentif ( reward ).
8. Strategi
pemotivasian tidak tepat.
B. Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara
lain :
1. Pemecahan
masalah ( Problem Solving ).
2. Tujuan
tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal ).
3. Perluasan
sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari
konflik ( avoidance ).
5. Melicinkan
konflik ( Smoothing ).
6.
Perintah
dari wewenang ( Authoritative Commands ).
7. Mengubah
variabel manusia ( Altering the Human Variabel ).
8. Mengubah
variabel struktural ( Altering the Structural Variables ).
9. Mengidentifikasikan
musuh bersama ( Identifying a Common Enemy ).
Faktor
Penyebab Konflik
1. Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya,
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang
nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
3. Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.
4. Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak
ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah
sebagai berikut :
1. Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
2. Keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. Perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
4. Kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Stres Kerja
A.
Pengertian Stres Kerja
Stres
Kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa relaks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
B.
Penyebab Stres Kerja
Penyebab
stres kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja
yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak
sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung
jawab, konflik kerja, perbedaan yang lain antara karyawan dengan pemimpin yang
prustasi dalam kerja.
C.
Pendekatan Stres Kerja
Menurut
pendapat Keith Davis dan John W. Newstrom, (1989:490) yang mengemukakan bahwa
“Four approaches that of ten involve employee and management cooperation for
stress management are social support, meditation, biofeedback and personal
wellness programs”.
Ada empat pendekatan
terhadap stress kerja yaitu
1. Pendekatan dukungan sosial (social support)
Pendekatan ini dilakukan
melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan.
Misalnya bermain game, lelucon, dan bodor kerja.
2. Pendekatan melalui meditasi (meditation)
Pendekatan ini perlu
dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan
emosi.
3. Pendekatan biofeedback
Pendekatan ini dilakukan
melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog
sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya.
4. Pendekatan program kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan
pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara
periode waktu yang kontinu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot,
pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.
Cara Mengatasi Stres Kerja
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya melalui tiga pola dalam
mengatasi stress, antara lain:
1.
Pola sehat, yaitu pola menghadapi
stres yang terbaik dengan kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga
adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan
berkembang. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan
kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga mereka tidak perlu merasa
ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup
banyak.
2.
Pola harmonis adalah
pola menghadapi stress dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara
harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dalam pola ini, individu
mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mngatur waktu
secara teratur. Ia pun slalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia
mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan
kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan
antara tekanan yang diterima dan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap
keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.
3.
Pola patalogis ialah
pola menghadapi stress denga berdampak berbagai gangguan fisik maupun
social-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan
dengan cara-cara yang tidak memilki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas
dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa
menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar